
BEKASIKEPO.COM – Jakarta – Kisruh mutasi mendadak Kepala SMP Negeri 1 Prabumulih, Roni Ardiansyah, memasuki babak baru. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hari ini, Kamis (18/9/2025), memanggil Wali Kota Prabumulih Arlan dan Roni untuk diperiksa di Kantor Inspektorat Jenderal.
Langkah ini diambil setelah publik dikejutkan oleh video perpisahan penuh tangis siswa dan guru yang viral di media sosial. Mereka menolak pencopotan Roni yang disebut-sebut terjadi karena menegur anak Wali Kota berusia 13 tahun yang membawa mobil pribadi ke sekolah.
Meski Kepala Dinas Pendidikan Prabumulih, A Darmadi, membantah tudingan itu dengan alasan “penyegaran organisasi”, publik tetap mencium aroma arogansi kekuasaan. Mutasi pejabat yang sudah mengabdi lebih dari satu dekade seharusnya dilakukan dengan mekanisme transparan, bukan terkesan sebagai hukuman karena menyentuh kepentingan keluarga penguasa.
Wali Kota Arlan sendiri sempat membela diri dengan menyatakan belum ada mutasi, hanya teguran. Namun klarifikasi itu justru menimbulkan pertanyaan baru: mengapa teguran personal harus berujung pada kegaduhan di sekolah, hingga membuat anak didik kehilangan sosok pemimpin yang mereka cintai?
Kasus ini memperlihatkan bagaimana jabatan publik seringkali dimaknai sebagai hak istimewa untuk melindungi keluarga, bukan sebagai amanah untuk menjaga keadilan. Arogansi kekuasaan di tingkat daerah bisa merusak dunia pendidikan dan menekan suara kritis di sekolah, tempat seharusnya nilai integritas dan keadilan ditanamkan.
Kemendagri berjanji akan membuka hasil pemeriksaan lewat konferensi pers. Publik kini menanti apakah pemerintah pusat benar-benar berani menindak tegas praktik penyalahgunaan wewenang, atau kasus ini hanya akan berakhir dengan permintaan maaf tanpa konsekuensi.