
BEKASIKEPO.COM – CIKARANG PUSAT – A, seorang pelajar SMK Negeri di Cikarang Barat, seharusnya menikmati masa mudanya dengan penuh tawa di sekolah. Namun kenyataan berkata lain. Pada 2 September 2025, ia justru harus merasakan pahitnya perundungan yang meninggalkan luka serius di rahang dan jejak trauma yang tak kasat mata.
Sejak peristiwa itu, suasana rumah A berubah. Sang ibu mengaku tak lagi tenang setiap kali melepas anaknya berangkat sekolah. “Hati saya campur aduk. Sekolah seharusnya jadi tempat anak belajar dan bermain dengan aman, bukan membuatnya pulang dengan luka,” ucapnya lirih.
Kasus ini baru terlapor resmi ke UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) pada 17 September. Esoknya, tim dari Pemerintah Kabupaten Bekasi langsung datang menemui keluarga korban. “Kami tidak ingin ada anak yang merasa ditinggalkan. Semua bentuk pendampingan kami berikan, baik hukum, psikologis, maupun pemulihan medis,” ujar Kepala UPTD PPA, Fahrul Fauzi.
Tak berhenti di sana, berbagai pihak juga ikut turun tangan. Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Dinas Kesehatan, hingga Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat berkumpul dalam forum koordinasi untuk mencari jalan keluar. Mereka sepakat bahwa kepentingan anak harus menjadi prioritas utama.
Namun lebih dari sekadar rapat dan pertemuan, yang dibutuhkan A adalah kepastian bahwa sekolah akan kembali aman baginya. Karena luka psikologis sering kali lebih lama sembuh dibanding luka fisik. UPTD PPA pun berencana melakukan asesmen psikologis, termasuk kepada siswa lain yang terlibat.
Menurut Fahrul, bullying bukanlah masalah sederhana. “Ada faktor keluarga, lingkungan, hingga budaya sekolah yang sering menormalkan kekerasan. Semua itu harus kita pecahkan bersama,” tegasnya.
Kini, A masih menjalani proses pemulihan. Meski senyumnya perlahan kembali, ada ketakutan yang tak mudah dihapus. Harapan orang tua sederhana: agar anak mereka bisa kembali belajar dengan tenang, tanpa rasa cemas atau was-was.
Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa kekerasan di sekolah tidak bisa ditoleransi. Sekolah seharusnya menjadi rumah kedua yang aman, tempat anak tumbuh, bercita-cita, dan merajut masa depan dengan bahagia.