
Kabupaten Bekasi — BEKASIKEPO – Langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi dalam melakukan pembongkaran bangunan liar (bangli) di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) kembali menuai sorotan. Meski digadang-gadang sebagai upaya pengendalian banjir dan bentuk implementasi instruksi Gubernur Jawa Barat, sejumlah pihak menilai pendekatan yang digunakan saat ini terlalu represif dan belum menyentuh aspek kemanusiaan.
Salah satu kritik datang dari tokoh pemuda dan aktivis mahasiswa, Bongsu Syahputra, yang menyayangkan metode pelaksanaan proyek tersebut. Ia menyebut bahwa tidak ada kejelasan terkait kompensasi maupun relokasi bagi warga yang menjadi korban pembongkaran.
“Berbeda dengan sebelumnya saat Gubernur Jawa Barat ikut turun langsung, saat itu langkah-langkah penertiban dilakukan dengan tegas namun tetap manusiawi. Sekarang, masyarakat justru tidak diberi kompensasi apa pun,” ujar Bongsu saat ditemui di Bekasi, Kamis (15/5/2025).
Pertanyakan Dasar Hukum dan Keadilan Sosial
Bongsu menilai, meski pembenahan DAS menjadi salah satu fokus utama 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati Bekasi, langkah pembongkaran tidak bisa dilakukan secara sembrono tanpa landasan yang jelas. Ia menekankan pentingnya keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dalam mengkaji urgensi proyek ini.
“Kalau memang pembongkaran itu sangat mendesak, ya silakan. Tapi kalau tidak, harusnya dilakukan survei dan uji material terlebih dahulu. Jangan sampai keputusan besar tidak punya dasar konseptual yang matang. Ini proyek besar, jangan sampai menimbulkan dampak sosial yang merugikan masyarakat kecil,” tegasnya.
Lebih lanjut, Bongsu juga mempertanyakan keadilan dalam penerapan kebijakan. Ia menyebut bahwa penertiban seakan hanya menyasar bangunan milik warga kecil, sementara bangunan besar yang berdiri di atas lahan DAS di kawasan strategis belum tersentuh.
“Apakah hanya bangunan warga yang dibongkar? Bagaimana dengan bangunan besar yang juga berdiri di atas lahan DAS seperti di kawasan Gobel, aliran Kali Ganda Sari sampai Telaga Asih? Saya sudah survei sendiri ke lokasi itu. Apa mereka juga dibongkar? Kalau mau tegas, harusnya semua tanpa pandang bulu,” tambahnya.
Soroti Ketimpangan Pembangunan
Tak hanya menyoroti proyek DAS, Bongsu juga mengkritik prioritas pembangunan yang dijalankan Pemkab Bekasi saat ini. Menurutnya, kebutuhan dasar masyarakat masih jauh dari kata layak, terutama dalam sektor pendidikan dan kesehatan.
“Sampai hari ini Kabupaten Bekasi belum punya kampus negeri. Sekolah-sekolah negeri pun banyak yang fasilitasnya memprihatinkan. Kita juga butuh rumah sakit tipe B yang bisa diakses luas oleh masyarakat. Ini juga menyangkut masa depan dan kualitas hidup warga Bekasi,” jelasnya.
Desakan Evaluasi dan Dialog Terbuka
Sebagai penutup, Bongsu mengimbau agar pemerintah tidak menutup mata terhadap aspirasi masyarakat dan segera membuka ruang dialog. Ia meminta Pemkab Bekasi untuk mengevaluasi proyek DAS secara menyeluruh, termasuk dari sisi hukum, sosial, dan kemanusiaan.
“Jangan sampai pembangunan hanya berpihak pada kepentingan elite dan investor. Warga kecil juga punya hak untuk hidup layak. Penataan wilayah itu penting, tapi harus tetap mengedepankan rasa keadilan dan kemanusiaan,” tutupnya.
Respons Pemerintah Ditunggu
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pemerintah Kabupaten Bekasi belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan diskriminatif dalam pelaksanaan proyek DAS. Warga yang terdampak pun berharap pemerintah segera merespons dengan langkah nyata yang berpihak pada rakyat.
- Semangat Gotong Royong, Karang Taruna Desa Sukajaya Gelar Bazar Murah untuk Warga
- Hangatnya Idul Adha di Masjid Al-Ghufron: 800 Paket Daging Kurban Dibagikan untuk Warga
- Kodim 0509 Kabupaten Bekasi Sembelih 22 Hewan Kurban, Ratusan Warga Terima Daging di Hari Raya Iduladha
- Awas, Terlalu Banyak Makan Sate Kambing Bisa Picu Kolesterol dan Masalah Kesehatan Lainnya
- Heboh! Laporan Investasi Bodong di Polres Metro Bekasi Dicabut, Diduga Ada Permainan Oknum Pengacara