
Kabupaten Bekasi |BekasiKepo.com | Program Wi-Fi gratis yang diluncurkan Pemerintah Kabupaten Bekasi melalui Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian, dan Statistik (Diskominfosantik) bertujuan mulia: memberikan akses internet gratis kepada masyarakat, terutama di wilayah yang belum terjangkau layanan komersial. Namun, di sejumlah titik, kenyataan di lapangan berbanding terbalik dengan tujuan program. Salah satunya, jaringan Wi-Fi gratis di Desa Karang Asih, Kecamatan Cikarang Utara, terpantau tidak bisa diakses publik lantaran terkunci tanpa informasi atau petunjuk penggunaan.

Padahal, hingga akhir Juli 2024, Diskominfosantik mengklaim layanan Wi-Fi telah tersedia di 70 desa dan 30 sarana ibadah. Program ini disebut-sebut sebagai upaya mendukung transformasi digital di tingkat akar rumput, memperkuat akses informasi, hingga menunjang aktivitas pendidikan daring.
Namun, ketiadaan akses serta minimnya papan informasi atau petunjuk penggunaan menimbulkan pertanyaan serius. Warga tidak mengetahui bagaimana cara mengakses layanan, dan tidak ada kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab menangani pengaduan.
Kondisi ini memicu kritik tajam dari kalangan masyarakat sipil, termasuk Sekretaris Jenderal Jurnalis Pencinta Alam dan Peduli Bencana (JURPALA), A. Sofyan, yang menilai bahwa program ini terkesan hanya menjadi proyek seremonial belaka.
“Pemerintah tidak boleh hanya mengejar angka-angka dan pelaporan administratif. Ketika fasilitas publik seperti Wi-Fi gratis tidak bisa digunakan oleh masyarakat, itu artinya ada yang salah—baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya,” ujar A. Sofyan.
Ia menegaskan bahwa setiap program berbasis dana publik harus memiliki efek langsung bagi masyarakat.
“Kalau Wi-Fi gratis hanya dipasang untuk kebutuhan laporan proyek, tanpa bisa dimanfaatkan warga, maka itu bukan pelayanan, tapi pemborosan. Infrastruktur digital harus bisa digunakan, bukan sekadar dipamerkan,” tegasnya.
A. Sofyan juga mendesak Diskominfosantik agar bersikap terbuka. Publik perlu mengetahui lokasi aktif Wi-Fi, status jaringannya, dan siapa yang bisa dihubungi jika ada kendala.
“Transparansi dan akuntabilitas mutlak. Jangan sampai fasilitas publik justru menjadi sumber kekecewaan masyarakat,” tambahnya.
Sampai berita ini diterbitkan, pihak Diskominfosantik Kabupaten Bekasi belum memberikan klarifikasi resmi terkait alasan akses Wi-Fi yang terkunci maupun mekanisme pemanfaatannya oleh warga. Upaya konfirmasi yang dilakukan media ini belum mendapat tanggapan.
Tanpa transparansi dan pengawasan, program Wi-Fi gratis ini berisiko menjadi simbol kegagalan digitalisasi daerah. Bukan memperluas konektivitas, tapi justru menunjukkan betapa jauhnya antara kebijakan di atas kertas dan kenyataan di lapangan.